Gemma Religy

Fitnah Sejarah Syekh Siti Jenar


Gemmababakan.ga – Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dengan akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yang kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yang akrab dengan rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang].
“Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yang diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab-kitab Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “Fana’ wal Baqa’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan Manunggaling Kawulo Gusti. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yang merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yang dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yang menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun. Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yang terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yang ditambah-tambahi, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam Maqaashidus syarii’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yang mukmin yang di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yang suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yang sama. Tidak bisa diterima akal sehat”.
Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dengan Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dengan Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dengan 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dengan 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dengan Raden Fatah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dengan Syaikh Siti Jenar]
Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yang berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati-hati jangan mau kita diadu dengan sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulamanya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam. (ISNA/pengumpulhikmah)
Sumber Sejarah Syaikh Siti Jenar Penulis KH.Shohibul Faroji Al-Robbani
Sumber : http://www.islamnusantara.com/fitnah-sejarah-syaikh-siti-jenar/

Islam Nusantara,Apa Itu?

IslamnusGemmababakan.ga – Akhir-akhir ini pembicaraan dan penggunaan istilah “Islam Nusantara” mulai ramai digunakan. Bahkan mulai ramai diperebutkan. Tulisan ini mencoba mengingatkan kembali, makna Islam Nusantara. Sebelumnya, perlu dijelaskan mengenai kata Nuswantara/Nusantara. Banyak disebut, bahwa Nusantara berarti sebuah kesatuan wilayah terdiri dari pulau-pulau. Ada yang menyebutnya, sebuah wilayah yang berada di antara dua samudra, dua benua.
Merujuk istilah Nusantara yang digunakan oleh Gajah Mada,”Lamun huwus kalah Nusantara isun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana isun amukti palapa”. Salah satu tafsir atas sumpah itu adalah, kuatnya keinginan Gajah Mada untuk melindungi dan membendung pengaruh kekuatan kerajaan di Asia dan lainnya atas wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Majapahit. Intinya, Gajah Mada menyadari adanya kekuatan asing yang akan menganeksasi wilayah Nusantara, maka Gajah Mada berkewajiban melindunginya, meski dirinya harus menderita.
Dengan demikian, Gajah Mada menyadari nusantara adalah sebuah wilayah yang terdiri dari banyak pulau, etnis, bahasa, peradaban dan sebagainya. Ini akan diperkuat akan fakta sejarah, bahwa Majapahit juga melindungi warga yang beraneka rupa etnis dan golongan. Termasuk di dalamnya orang Islam. Nusantara bisa berarti keragaman, toleransi, persatuan, harmoni dalam sebuah wilayah tertentu. Pemahaman ini akan semakin kuat, jika kemudian merujuk pada perkembangan Islam pada masa itu. Kedatangan Islam diterima seperti menerima kelompok agama lainnya.
Kehidupan beragam itu diperkuat melalui semboyan “Bhinneka Tunggal Ika, tan hana Dharma mangrwa”. Sebelum bait itu disebutkan, sumber ajaran agama bisa berbeda. Bisa bersumber dari agama Siwa atau Budha. Namun kebaikan (dalam hidup bermasyarakat) tetaplah satu. Meski berbeda tetaplah satu, karena Dharma (kebaikan/amal) tak bisa dibeda-bedakan. Ini kemudian, bisa jadi disuarakan oleh Gus Dur dengan, “ketika anda berbuat baik, orang tidak akan bertanya apa agamamu”. Demikianlah makna nusantara dulu yang tumbuh dan hidup di nusantara.
Islam yang dibawa oleh para ulama, seperti Walisongo, adalah Islam yang sangat menghormati perbedaan. Sebut saja sebagai contoh dalam Kitab Primbon Sunan Bonang (Het Boek Van Bonang) dalam pembukanya, menyebut sumber penulisan kitab berasal dari “Ihya’ Ulumuddin”. Dalam pupuh-pupuh selanjutnya menerangkan tentang tasawuf, suluk, sifat Allah yang bersumber dari pendapat Imam Ghazali. Dalam Pupuh III disebutkan,”Mangka anabda Syeikh al Bari : e-Mitraningsun ! pamanggihingsun ta nora mongkono kaya Abdul Wahid iku. Karana satuhune pangucape Abdul Wahid iku kupur ing patang madh’hab”.
(“Maka bersabda Syeikh al Bari : Hai, kawan! Pendapatku tidak seperti Abdul Wahid itu. Karena sesungguhnya ucapan Abdul Wahid itu kufur menurut empat madzhab”)
Penyebutan empat madzhab ini jelas mengindikasikan adanya keragaman madzhab yang dianut oleh Sunan Bonang khususnya dan Walisongo umumnya. Artinya keragaman paham seperti ini sudah menjadi bagian dari tradisi Islam di nusantara waktu itu.
Tradisi keragaman dan toleransi kemudian tetap dipertahankan. Bahkan diperjuangkan. Ini sangat menonjol pada perjuangan Komite Hijaz (kemudian menjadi Nahdlatul Ulama) menyuarakan tradisi bermadzhab dalam Islam kepada Raja Arab Saudi waktu itu yang nampak memaksakan paham tertentu. Lebih jauh, KH. Hasyim Asy’ari kemudian merumuskan Ahlussunnah sebagai pengikut madzhab (salah satu madzhab). Pemikiran ini masih bersambung dan sejalan dengan tradisi pada masa awal Islam masuk ke nusantara. Terbukti kemudian NU mengukuhkan adanya persaudaraan seiman, sesama manusia dan sesama anak bangsa. KH Hasyim Asy’ari, dan para ulama lainnya melalui NU berjuang sekuat tenaga, tetap mempertahankan keragaman, bukan pemaksanaan pada satu aliran tertentu, serta penghormatan kepada kelompok lainnya dengan penuh martabat.
Paham-paham asing yang mau masuk ke nusantara dan memaksa menjadi hegemoni, menjadi sangat bertentangan dengan spirit keagamaan yang sudah lama tertanam di bumi nusantara. Spirit penolakan pada kekuasaan asing seperti yang dilakukan oleh Gajah Mada masih sejalan dengan penolakan terhadap pemaksaan ideologi paham keagamaan tertentu yang datangnya dari belahan dunia lainnya. Apalagi, ideologi itu mengajarkan pada disharmoni, konflik dan saling menyerang.
Itulah runutan Islam Nusantara yang sudah sejak lama dibangun. Nusantara yang menjadi wadah bagi Islam menjadi tumbuh dan berkembang subur. Menebar aroma kasih, damai. Menjalarkan persahabatan dan persatuan dalam membangun (berdharma) bagi tanah air. Nusantara menjadi wadah bagi kebaikan dan dharma bhakti manusia, bukan menjadi ladang permusuhan dan pembinasaan. Oleh Sururi Arumbani
(ISNA/Nu online)
SUMBER : http://www.islamnusantara.com/islam-nusantara-apa-itu/

Tanya jawab kelas II MDW Madrasah Miftahul Abror Babakan Tuwel Tahun 2012-2013 diasuh oleh : Ust Mustofa A.CH.












Babakan, 16/09/2012.

Pertanyaan dari Mukhamad Fazrul Huda (Fazrul)
@Do'a qunut
 Apakah do'a qunut hukumnya wajib ?
Jawab :
 Do'a qunut pada shalat shubuh dan shalat witir bulan Romadhon tanggal 16 keatas hukumnya sunah Ab'ad. Bagi yang lupa baca, maka disunahkan sujud sahwi sebelum salam

Pertanyaan dari Nissa atul Asfiya (Fiya)
@Pedoman
Apakah cukup umat islam yang hanya  berpedoman Qur'an dan Hadist saja ?
Jawab :
Ulama Ahlus sunah waljama'ah menganggap tidak culup, Maka perlu ada ijma (hasil kesepakatan)dan perlu menggunakan qiyas (penyamaan hukum ang tidak tertulis kepada hukum yang tertulis)

Pertanyaan dari Labibah Al - Fathimiyah (Bebe)
@Haed
Dalam 24 jam hanya mengeluarkan darah 3 jam apakah dinamakan haed ?
Jawab :
Bukan,tapi istihadoh

Gemma entertainment

Gunung jati,25/10/2014
Ada yang beda pada pekan madaris ke 16 di desa Gunung jati kec. Bojong kab. Tegal, pada malam terahir atau malam minggu 25 Oktober 2014, atas inisiatif Cah Blimbing Community (CBC) Desa Gunung jati serta peran serta GEMMA Babakan, di panggung  4 atau sebelah utara perempatan desa Gunung jati diputar berbagai video documenter dengan menggunakan proyektor.
 Dari tuan rumah CBC Gunung jati, di putar video pelaksanaan pekan madaris 16 dan kegatan – kegiatan yang diselenggarakan oleh CBC seperti pengajian dan video gambus dari Pemalang.
Sedangkan dari GEMMA TV menayangkan berbagai macam film documenter dan SM (Sinetron Mini). Pengunjung tampak tertawa terpingkal-pingkal saat menyaksikan video yang diputar,khususnya video lomba gebug bantal pada saat imtihan madrasah Miftahul Abror Babakan, hampir semua penonton tidak dapat menahan gelak tawa karena banyak adegan dimana  seorang peserta belum digebug namun sudah terlebih dahulu jatuh ke lombang(red,kubanagn lumpur), atau menggebug lawan malh dia sendiri yang jatuh. Tidak sampai disitu,perut penonton masih dikocok saat pemutaran video humor Walibung (Waklab dan Wakyad Belih Nyambung) yang diperankan oleh pemuda Gemma, dimana ada miss komukasi  antara kedua orang tersebut dengan kawannya yang sudah sukses, saat meminta saran agar bisa sukses, Durmad nama temannya yang sukses menyuruh untuk kerja keras banting tulang dan peras keringat, namun kedua Wak-wak malah sibuk membanting tulang kambing dan memeras keringat sendiri hingga seember.
Selain video humor,Gemma juga memutar sinetron mini yang diperankan oleh murid Madrasah Diniyah Ulya (MDU) dan alumni Madrasah Miftahul Abror Babakan, murid MDU membuat sinetron Nenenkku Pahlawanku,mungkin kisah seperti ini sering terjadi di sekitar kita atau bahkan kita sendiri mengalaminya, dimana dikisahkan seorang anak remaja yang mempunyai nenek yang cacat tidak bisa berjalan, si anak sering kali disuruh oleh kedua orang tuanya agar memandikan,menyuapi,menemani neneknya yang sudah tua renta, dan sudah menjadi kodrat ilahi mungkin, saat seseorang menginjak usia senja kadang kehidupanya kembali seperti laksana seorang anak kecil dan pelupa. Karena kekurang tahuanya hingga  si anak sering berlaku kasar kepada si nenek. Namun ahirnya si anak sadar setelah dinasehati dan diberitahu orang tuanya bahwa neneknya lumpuh karena dahulu saat si anak masih bayi, rumah mereka kebakaran dan neneknya lah yang menyelamatkan dirinya  dengan terjun dari lantai dua karena panik pada kobaran api, mulai saat itulah neneknya menjadi lumpuh. Setelah di jelaskan demikian si anakpun ahirnya sadar, dan mulai merawat neneknya dengan penuh kasih sayang.
Jika film di atas dengan durasi pendek, Sinetron mini dengan judul CKW atau Cinta Kepentog Weton durasinya panjang, di ambil dari cerita nyata dengan tambahan skenario,di kisakan ada dua sejoli yang saling mencintai dan sudah empat tahun menjalin cinta, namun ketika sang cowok akan mengungkapkan hubungan mereka secara serius kepada orang tua cewek, ternyata hari kelahiran bapak,ibu dan kedua pasangan asmara tersebut sama yakni hari Sabtu, dan mungkin karena masih ada adat di masyarakat jika terjadi kesamaan hari lahir atau bahasa primbonnya Perang besan maka tidak boleh melaksanakan pernikahan,sehingga hubungan selama empat tahunpun kini Cuma menjadi kenangan yang tak akan terlupakan

Masjid Agung Slawi


Masjid kebanggaan kota Slawi
 

Gemma Religy

FOLLOWER